Di luar prediksi,
“300: Rise of an Empire” (2014) yang hadir delapan tahun sejak film pertamanya
dirilis ternyata ditunggu oleh cukup banyak orang dan berhasil menjadi juara di
tangga film box office pada minggu pertamanya. Karena ditangani oleh orang-orang
yang sama, film besutan Noam Murro ini punya gaya dan cerita yang masih sangat
dekat dengan film “300” (2006).
Selain itu, sama
seperti pendahulunya, film yang dibintangi Sullivan Stapleton dan Eva Green ini
banyak melibatkan CGI dan diperankan oleh sekumpulan aktor yang wajib mengikuti
latihan berat demi mendapat perut six pack. Ada cerita unik apa lagi yang hadir
di belakang pembuatan film ini? Berikut adalah sepuluh trivia film “300: Rise
of an Empire”:
1. Hanya Ada Satu Artemisia
Para pembuat film “300:
Rise of an Empire” merasa sangat beruntung karena Eva Green dengan senang hati
menerima tawaran mereka untuk berperan sebagai Artemisia sang komandan angkatan
laut Persia. Seperti yang sudah dikatakan oleh para produsernya, Green memang
adalah satu-satunya aktris yang mereka pertimbangkan untuk peran ini. Selain
Green, mereka tidak punya cadangan lain.
“Kami pertama kali
bertemu dengan Eva untuk peran Gorgo bertahun-tahun yang lalu. Kami akhirnya
memilih Lena Headey. Eva adalah aktris yang sangat luar biasa, dan tidak ada
aktris lain di luar sana yang seperti dirinya. Dia adalah satu-satunya orang
yang kami pertimbangkan untuk peran ini [Artemisia]. Saya tidak tahu apa yang
akan kami lakukan kalau saja ia menolaknya. Saya tetap tidak bisa membayangkan ada
orang lain yang bisa memainkan peran ini! Ia sangat menarik dan menguasai layar
dalam setiap peran yang dilakoninya. Kami benar-benar menginginkannya dan
mengirimkan naskah tersebut padanya, dan untung saja ia menerimanya
tawarannya,” kata salah seorang produsernya, Bernie Goldman, pada Movie
Fanatic.
Meski kembali
berada di belakang layar sebagai penulis naskah dan produser, Zack Snyder tidak
dapat menyutradarai sekuel ini karena punya komitmen untuk mengerjakan “Man of
Steel” (2013). Keputusan untuk mencari sutradara lain sebenarnya cukup berat,
tetapi Deborah Snyder yang pernah bekerja dengan Noam Murro untuk membuat
sebuah iklan televisi di Toronto kemudian merekomendasikan sutradara pemenang
sutradara terbaik di ajang Directors Guild of America Awards tahun 2004 dan
2012 ini. Snyder akhirnya yakin kalau Murro adalah orang yang tepat karena visi
dan presentasinya mengingatkannya pada saat ia dulu membawakan ide tentang
“300” pada studionya untuk pertama kali.
3. Bukan Adaptasi Langsung
Walaupun dalam
promonya, “300: Rise of an Empire” disebut sebagai film adaptasi dari novel
grafis Frank Miller yang berjudul “Xerxes”, secara teknis film ini bukan
benar-benar adaptasi karena hanya sebagian idenya saja yang datang dari Miller.
Selain itu, “Xerxes” sendiri sampai sekarang belum dipublikasikan. Ceritanya
sendiri pun mungkin akan berbeda dengan filmnya karena naskah filmnya sudah
lebih dahulu dibuat sebelum kisah dalam novel grafisnya dirampungkan.
4. Lautan Palsu
Meski menghadirkan
adegan perang di laut, seluruh adegan film “300: Rise of an Empire” sebenarnya
disyuting dalam ruangan. Hanya ada segelintir adegan yang benar-benar dilakukan
dalam air. Sisanya? Laut yang Anda lihat dalam film seluruhnya merupakan
ciptaan tim VFX dari Scanline. Tentu saja, menghasilkan efek air laut yang
natural sekaligus dramatis jelas bukan tugas mudah. Apalagi, film “300: Rise of
an Empire” punya patokan gaya yang sangat khas.
“Tujuan kami
adalah untuk membuat sesuatu yang selaras dengan dunia dalam filmnya yang punya
gaya yang sangat kental, jadi kami tidak ingin airnya terlihat terlalu
realistis. Kami ingin memastikan bahwa lingkungannya punya perilaku yang
fantastis, dan ketika kami sudah menetapkan bagaimana gaya yang akan digunakan,
ada banyak pembuatan simulasi tingkat lanjut dan hitung-hitungan untuk
mengimplementasikannya. Ini merupakan sebuah tantangan teknis yang besar,”
terang Bryan Hirota, supervisor VFX dari Scanline.
5. Syuting dalam Ruangan
Syuting film “300:
Rise of an Empire” seluruhnya dilakukan dalam sound stage berlatar green screen
di studio Nu Boyana yang berlokasi di luar kota Sofia, Bulgaria. Selain memakai
green screen, set-set praktis seperti kapal-kapal perang kayu Yunani serta
kapal perang Persia yang berwarna hitam juga dibangun di dalam studio ini.
Untuk menyempurnakan tampilannya dan memperbanyak jumlah armada Yunani dan
Persia, kapal-kapal tersebut ditambahkan efek digital untuk membuatnya terlihat
seperti kapal yang layak digunakan berlayar.
Sebagian besar air
laut yang muncul dalam film ini diciptakan oleh Scanline. Tetapi, untuk adegan
jarak dekat di mana para aktornya perlu benar-benar basah, film ini disyuting
di tangki-tangki air yang dibangun di Warner Bros. Studios Leavesden di London.
Sisa adegan yang tidak melibatkan set praktis semuanya dibangun secara digital,
seperti istana Xerxes, juga pemandangan alam Athena dan Sparta.
6. Meminjam Peralatan “Gravity”
Ada banyak adegan
menantang dalam film “300: Rise of an Empire”. Tetapi, saat ditanya adegan apa
yang paling susah dieksekusi oleh sang sutradara, Murro pun menunjuk adegan
berkuda yang tampil menjelang akhir film. Saking susahnya, ia pun harus
meminjam peralatan yang dipakai oleh film “Gravity” (2013) yang sama-sama film
Warner Bros.
“Adegan dengan
kuda sangat rumit untuk disyut. Ketika saya melihatnya sekarang, saya heran
bagaimana kami bisa melakukannya. Ini adalah sesuatu yang rumit karena ini
memang hanya satu take. Minggu pertama persiapannya dihabiskan untuk
menciptakan adegannya dalam satu take. Kami menggunakan beberapa teknik dan
peralatan dari “Gravity” untuk membuatnya. Ini adalah adegan yang sulit dibuat
karena ada air, hewan-hewan, dan hal-hal lain di sekitarnya,” kata Murro dalam
wawancaranya dengan Gofobo.
7. Salome
Noam Murro
mengakui bahwa dirinya dibesarkan dalam keluarga yang menyukai seni klasik.
Karena itu, salah satu hal yang paling disukainya adalah opera. Ketika menonton
film “300” (2006) untuk pertama kali, Murro terpesona dengan kualitasnya yang
mirip sajian opera. Ia pun bersyukur karena dalam sekuelnya ini, ia diundang
untuk berkontribusi dalam sebuah kisah yang dikaguminya.
Tak lupa dengan
akarnya, Murro ternyata memasukkan unsur opera dalam film ini. “Salome”,
pertunjukan opera yang pernah dilihatnya saat remaja, meninggalkan bekas yang cukup
dalam di ingatannya. Karena itu, ia menggunakan salah satu adegan terkenalnya
sebagai referensi film ini. “Ada adegan dalam filmnya di mana Eva Green
memenggal kepala orang dan mencium bibirnya – itu adalah kutipan langsung saya
dari Salome!” kata Murro pada Toronto
Sun.
Menjalani
transformasi dari seorang manusia menjadi seorang dewa merangkap raja Persia
ternyata makan waktu yang cukup panjang. Pemeran Xerxes, Rodrigo Santoro,
sempat ragu bagaimana dirinya akan mengulangi kembali peran yang pernah
dilakoninya di tahun 2006. Selain menjalani latihan yang lebih berat dari
“300”, Santoro juga harus melalui proses makeup yang jauh lebih panjang
daripada sebelumnya. Sebelum tampil sebagai raja berlapis emas dengan tinggi 3
meter, ia harus duduk di kursi makeup selama lima jam setiap kali syuting.
“Saya menjalani
proses makeup sepanjang lima jam setiap harinya. Lima jam untuk mendandaninya
dan satu jam lagi untuk menghapusnya,” kata Santoro pada Latino Post. “Dan
kemudian bajunya, kostumnya sangat khusus, semua tindikan, semua peralatan,
jadi ada banyak yang terjadi sampai saya benar-benar akhirnya ada di set untuk
memainkan sebuah adegan. Jadi proses sebelumnya sangat panjang dan merupakan
proses paling panjang yang pernah saya alami.”
9. Memar Karena Adegan Seks
Ada lebih dari
satu cara untuk jadi babak belur saat syuting sebuah film aksi. Bagi Eva Green
dan Sullivan Stapleton, salah satu adegan yang membuat mereka memar adalah
adegan seks brutal yang terjadi di atas kapal. Di Indonesia sendiri, adegan ini
cukup banyak disensor. Tetapi, penonton dapat mengira-ngira sendiri sekasar apa
adegan ini sampai kedua pemerannya bisa memar-memar.
“Ini lebih ke
sebuah perkelahian daripada adegan seks sih. Adegan ini sangat kasar jadi lebih
diarahkan sebagai sebuah adegan berkelahi,” ungkap Green dalam wawancaranya
dengan Metro. “Dan di sini ada dua ksatria yang berhubungan seks. Mereka
berurusan dengan kekerasan setiap harinya, dan ini adalah cara mereka
melakukannya. Jadi seperti S&M hanya saja tanpa peralatan kulitnya. Bisa
dibilang kalau ini sangat tidak romantis.”
10. Vaseline
Butuh latihan
keras dan juga pengorbanan untuk menghasilkan koreografi pertarungan yang
sempurna sambil mengenakan kostum tentara Athena yang minim. Para aktor yang
berperan dalam “300: Rise of an Empire” mengungkapkan bahwa salah satu hal yang
menjengkelkan dalam membuat film ini adalah lecet-lecet gara-gara kostum celana
kulit yang mereka kenakan. Bagaimana mereka semua mengakalinya? Ternyata mereka
ramai-ramai menggunakan Vaseline.
“Anda mengenakan
celana dalam kulit. Ini bukan bahan yang paling nyaman untuk dipakai sambil
menebas-nebas kepala orang. Tetapi sisi negatifnya sudah diatasi dengan banyak
Vaseline untuk menghentikan lecetnya. Itu saja yang bisa saya katakan,” ujar
pemeran Scyllias, Callan Mulvey, dalam wawancaranya dengan MoviesOnline.
Pemeran Calisto, Jack O’Connell, juga ikut menambahkan, “Kami mengaplikasikan
Vaseline banyak-banyak. Bahkan kami juga saling berbagi,” katanya buka kartu.
“Suatu hari kami semua sempat berbagi satu botol.”
Tidak ada komentar